‘Sebuah Cerita Cinta’
“Aliya”
Hari ini aku berniat untuk menyelesaikan
novelku yang tinggal beberapa coretan lagi akan rampung. namun kuurungkan
niatku, ketika ku dengar ada tamu yang tengah mengetuk pintu, ku letakkan
Laptopku diatas ranjang dan bergegas membuka pintu.
"Assalamu'alaikum AL...."
"Wa'alaikum salam..." Jawabku
dari dalam rumah. ketika daun pintu terbuka, kulihat wajah sahabatku tengah
menunggu. "Fatia.... ayo masuk!!" ajakku sambil menutup daun pintu
kembali. Iapun masuk lalu duduk dikursi tamu.
"Ada apa Fat..?? kelihatan cemas
begitu?" selidiikku sembari duduk disampingnya.
"Al... aku akan dijodohkan dengan pria
yang pernah kuceritakan padamu. Tadi malam keluarga mas Rudy datang menemui
keluargaku. aku bingung Al..." Fatia mulai membuka pembicaraan. Awalnya
aku hanya diam, namun kulihat Fatiapun diam. terlihat jelas raut wajah
kecemasan pada sahabatku ini.
"Fat....bukankah menurut ceritamu
tempo hari bahwa Mas Rudy itu baik?? lantas hal apa yang membuatmu begitu
cemas?" aku mulai menanggapi ceritanya.
"Al... aku mencintai pria lain.. dan
kaupun pasti tau siapa yang kumaksud. aku tak bisa begitu saja melupakannya
Al,, aku sudah mencoba mengatakan yang sejujurnya pada ibu dan ayahku,
bahwa aku sama sekali tak siap menerima mas Rudi sebagai suamiku... tapi mereka
tetap memaksa dan tak menggubrisku sama sekali."
Fatia terdiam sejenak, air matanya mulai
menetes setitik demi setitik hingga membasahi jilbab putih yang dikenakannya.
akupun mencoba menenangkan sembari memeluknya.
"Fat... dengarkan aku..! kau tau
bukan, bahwa jodoh, rezeki, maut, semua itu berada dalam genggama-Nya yang
telah tertulis dalam Lauh mahfuzh. Jika pun Indra jodoh yang dipilihkan Allah
untukmu, maka yakinlah Fat.. bahwa akan ada jalan untuk itu.
Namun,,, jika Indra bukan yang terpilih
untukmu dan Allah ternyata lebih memilih Mas Rudy sebagai pendamping hidupmu
dan sebagai imam untuk keluargamu kelak, maka terimalah dengan penuh
keikhlasan! Allah selalu memberikan sesuatu yang kita butuhkan Fat, bukan yang
kita inginkan."
Kulihat Fatia semakin tersedu mendengar
ucapanku. Akupun melanjutkan kata-kataku sembari menghapus air matanya yang
kian mengalir.
"Fatia sahabatku... jika Mas Rudi pria
yang yang baik lagi sholeh,,, tentu tak ada alasan menolaknya. Ingat Fat, 27
tahun bukanlah usia yang muda lagi. kita sudah cukup dewasa untuk memikirkan
masa depan yang akan kita lalui kelak. Meskipun orang tua memaksa, kau harus
tetap yakin bahwa sesungguhnya tak ada orang tua yang menginginkan anaknya
hidup bersama laki-laki yang tidak baik. Percayalah.... Mereka sudah memilihkan
yang terbaik untukmu. Kusarankan Istikharohlah fat..! agar semua keputusan mu
akan lebih mantab"
kuakhiri kata-kataku sembari memeluknya.
iapun membalas pelukanku dengan erat seraya mengagguk pelan tanda ia setuju
dengan ucapan terakhirku. "Alhamdulillah..." aku merasa lega. Raut
wajahnya pun mulai cerah.
Fatia gadis yang memang sangat cantik, dalam
keadaan menangis hingga membuat jilbab yang dikenakannya lusuhpun tak membuat
aura kecantikannya tertutup.
*****8*8*8****
Hari ini, aku
tengah duduk di depan meja rias. Kurapikan jilbabku, sembari menatap wajah yang
tak muda lagi. Usia 27 tahun seharusnya sudah cukup untuk membawaku
kepaelaminan seperti halnya Fatia.
Yaaaa,,,, hari ini Fatia akan melangsungkan
pernikahannya dengan mas Rudy pilihan orang tuanya. Dan hari ini aku tengah
bersiap untuk pergi kewaliamahan mereka. Jujur, hati ini terasa berat untuk
melangkah, ada segurat kesedihan disana... Apa penyebabnya, kurasa hal ini
cukuplah aku yang tahu, kuserahkan semua kepada Rabb yang mencipta dan mengatur
hati yang begitau rentan bahkan terkadang lemah. namun aku harus ikhlas melepas
semuanya, aku yakin ada janji2 Allah dibalik semua yang aku rasakan saat ini.
Fatia,,, dia sangat beruntung mendapatkan sosok laki2 seperti mas rudy, namun
entah mengapa mata hatinya masih saja tertutup bahkan tak sedikitpun terlihat
dimatanya akan kelebihan2 yang dimiliki calon pendampingnya itu. masih kuingat
tempo hari ketika Fatia mengabarkan padaku tentang hari pernikahannya.
"ini Undangan untukmu dan sahabat2 lainnya dipengajian, kutitipkan padamu
ya Al,,,, meski aku tak mencintainya, namuan ku harap ini sebagai tanda baktiku
pada ibu dan ayah." Ucap Fatia,
sembari menyerahkan Undangan berwarna biru muda berbalut pita satin kecil dan
dibungkus pelastik putih. wajahnya masih terlihat sayu, tak ada kebahagiaan
kutemukan disana.
Aku tersadar dari lamunan
ketika ponselku berdering. "ASslam.. Al, da siap belom?? kami udah di
depan rumahmu ni.." Sms dari Ima, kami memang berjanji untuk pergi ke
walimahan Fatia bersama dengan teman2 di pengajian. "Iya,, Aku
segera keluar ma,,, maaf yag telat!" ku balas sms Ima dan bergegas
mengambil tas lalu keluar. ku lihat mobil sedan milik Ima sudah parkir
didepan rumah, dan lambaian tangan mereka membuatku semakin bergegas.
"Assalamu'alaikum... maaf yah,kalian jadi lama menunggu!" ucapku
sembari membuka pintu mobil. "Wa'alaikum salam,,, gak apa2 Al, kami juga
baru sampai,," jawab mereka.
********************************
“Fatia”
Malam pengantinku,,,,, yaa.. malam ini adalah malam pengantinku,
namun aku sama sekali tak merasakan kebahagiaan. aku sama sekali tak mencintai
mas Rudy. Saat ini ada sosok laki2 yang tengah mengisi ruang hatiku hingga tak
ada sedikitpun tempat untuk mas Rudy. Indra adalah sosok yang aku dambakan, pria yang taat,
sederhana, dan dia seorang hafizh. Aku
selalu berharap dapat menjadi pendamping hidupnya, tapi semua terjadi tak
seperti apa yang aku harapkan. Dia memang pernah berjanji untuk segera
mengkhitbahku, namun karena kesibukannya sebagai seorang guru, hingga tak ada
kabarnya lagi sampai saat ini. bahkan diacara walimahankupun ia tak datang.
Kini aku menikah dengan pria yang sama sekali tak aku cintai,
"Fat,,, kamu di dalam??" ku dengar suara lembut mas Rudy dari
balik pintu kamar, cepat kuhapus air mataku. " Iya,,, masuk
aja."
"Fat,, kamu sudah berwudu? sebaiknya
kita shalat sunnah dulu..!" Ajak mas Rudy, menatapku lembut,, sungguh diia
adalah pria yang begitu tampan, namun hal itu tak mampu meluluhkan hatiku..
akupun menurutinya. Kulepas jilbabku meskipun ada rasa tak rela ketika
melepasnya, dia terasa begitu asing bagiku. Akupun bergegas kekamar
mandi, kemudian berwudhu.
Usai shalat, aku duduk
ditepi ranjang, aku bingung apa yang harus kulakukan? kini aku berada
dihadapan mas Rudy dan dia adalah suamiku, dia halal menyentuhku, bahkan semua
ganjarannya adalah pahala yang telah disiapkan Allah Azza Wajalla tatkala kami
saling memandang, saling menyentuh, bahkan lebih dari itu.. "Ya Allah,,,
aku sungguh tak siap melayaninya sebagai seorang isteri" ucapku dalam
hati.
Aku masih tertunduk, tak ada kata2 yang
keluar dari mulut kami. Mas Rudi hanya diam, pun saat aku mencium tangannya
ketika usai shalat tadi.
Aku pun bangkit dari tempat tidur lalu
membuka lemari dan mengambil baju tidurku, aku tak ingin mengganti di kamar
ini, aku sangat merasa asing berada didekatnya bahkan ketika aku membuka jilbab
pun ada perasaan tak rela untuk memperlihatkan auratku padanya.
Aku bergegas
kekamar mandi yang memang berada didalam kamar, Alhamdulillah, aku dan mas Rudy
kini tinggal dirumah sendiri, ini adalah hadiah pernikahan kami dari orang
tuanya. aku merasa lega, karena keluarga tak akan tau tentang pernikahan kami,
bahagiakah.. atau bahkan sebaliknya, sama sekali tak bahagia. Yang jelas mereka
hanya tahu bahwa kami bahagia.
^^ Setelah mengganti pakaian, aku
keluar dari kamar mandi dengan rambut panjangku terurai. Mas rudy menatapku
sembari tersenyum "kamu cantik Fat.." ujarnya. Dia mendekatiku saat
aku duduk ditepi ranjang.
"Maaf mas, aku belum siap,."
ucapku tertunduk saat ia memegang pundakku dan mencium keningku..
"Apa maksudmu Fat..??"
"Aku belum siap melayanimu, maafkan
aku mas,,," mas Rudypun melepaskan tangannya dari pundakku.
"Kenapa?? kamu sudah resmi menjadi
isteri ku, apa yang membuatmu belum siap? apa kamu tak mencintaiku fat?? tanya
mas Rudy lagi. Aku tak menjawab, aku masih tertunduk, tak sanggup rasanya aku
menatap wajahnya.
"Ya Allah,,, Ampuni aku,,! ampuni aku
yang telah menyakiti hati suamiku dimalam pengantinnya,." Doaku dalam hati.
"Mas,, aku ingin tidur, aku ngantuk
dan lelah." Kutarik bantal, serta kuambil guling untuk pembatas antara aku
dan dia, sembari mematikan lampu yang ada disamping ranjangku. aku tak lagi
menggubrisanya. Kulihat dalam gelap iapun berbaring pula, kami hanya diam dalam
posisi membelakangi.
***********^^^^^^^^^^***********
“Rudy”
Aku terbangun tepat pukul 03.00 dini hari. Kuhidupkan lampu yang ada disamping ranjangku dan segera bangun untuk shalat tahjjud. Kulihat Fatia masih tertidur, aku tak ingin membangunkannya. “ Nanti saja,,,’’ Pikirku.
Aku terbangun tepat pukul 03.00 dini hari. Kuhidupkan lampu yang ada disamping ranjangku dan segera bangun untuk shalat tahjjud. Kulihat Fatia masih tertidur, aku tak ingin membangunkannya. “ Nanti saja,,,’’ Pikirku.
Jujur, aku bingung dengan sikapnya, apa dia
tidak mencintaiku? Tapi kenapa dia mau menikah denganku. Entahlah… sungguh aku
tdk tau mengapa dia bersikap dingin padaku.
“Ya Allah…. Ada apa dengan isteriku? Ampuni
aku dan dia ya mujib,,, aku sama sekali tak marah padanya, aku mohon bukakanlah
pintu hatinya agar ia tak bersikap acuh padaku.” Doaku dalam shalat.
Usai shalat, kulirik ranjang, sudah tak ada
Fatia disana. Mungkin dia sedang berwudhu. Aku kembali hanyut dalam zikirku
hingga menjelang subuh.
“Fat, aku ke masjid dulu ya… atau kamu mau
ikut?” tanyaku pada fatia ketika azan berkumandang..
“Ndak mas, aku dirumah saja.” Jawabnya tanpa
menatapku. Kulihat wajahnyaa yang teduh membuatku tak ingin melangkah pergi,,
“Sunggu jelita isteriku”. Batinku sembari melangkah keluar
*****************************.
3
bulan sudah pernikan kami,, namun terasa begitu hambar. Tak ada sedikitpun
kebahagiaan kutemukan semenjak malam pengantin hingga saat ini. Fatia memang
begitu taat untuk urusan rumah, segala keperluanku selalu disediakan. Tak
pernah dia melalaikan tugasnya, dari membereskan rumah, mencuci, menyiapkan
makanan, hingga baju kantorku selalu siap plus dasi dan jasnya. Namun begitu,
semua disiapkan tanpa ada senyuman,, sikapnya masih saja dingin. Aku betul2
bingung dengan sikapnya, jika kutanya, dia selalu mengalihkan pembicaraan.
Aku hanya bisa meluahkan segala isi hatiku
dalam buku harian ini. Yaa,, aku tengaH menulis segala isi hatiku dalam buku
ini, tentang wanita yang sangat aku cintai bahkan kami hampir saja menikah,
namun urung karena penolakan orang tuanya yang secara tiba2, lalu kutemukan
sosok penggantinya yang kukira dengannya aku akan merasakan kebahagiaan dan
melupakan masa laluku,. Namun semua berbeda dengan yang aku kira, Fatia tak
mencintaiku. Ya,,, aku tau pasti dia tidak mencintaiku. Sudah 3 bulan
pernikahan kami, namun aku sama sekali belum pernah menyentuhnya karena penolakAnnya
dengan berbagai alasan..
Pagi ini aku masuk kantor, kulihat Fatia
sedang bersiap-siap pula untuk berangkat kekampus, kini ia tengah menyiapkan S2
nya disalah satu universitas islam dengan jurusan Ekonomi Islam Syariah.
Awalnya ia tak mau, ia ingin berhenti kuliah dan mencari kerja saja, namun
berkat dukunganku dan orang tuanya akhirnya ia bersedia melanjutkan studinya.
Aku tak mau pernikahan menjadi suatu hambatan untuk nya menuntut ilmu.
“Fat.. ikut aku saja ya,,, biar ku antar
kekampus sekalian aku langsung kekantor.” Ajakku ketika kami tengah keluar dari rumah dan
Fatia tengah mengunci pintu. “Aku naik taksi aja mas,,, kamu langsung saja
kekantor, aku sudah terlanjur janji deengan Aliya sahabatku untuk berangkat
bersama” jawabnya. Aku tersentak ketika
mendengar nama Aliya yang baru saja disebutnya. iapun menggapai tanganku
dan menciumnya lalu pergi. “Mas, aku duluan,,, Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikum
salam, “ jawabku sembari menatapnya melangkah semakin jauh. Akupun berangkat
dengan hati galau..
********
Aku tersadar dari lamunan ketika ponselku berdering. Kulihat ada sms masuk, dari Fatia,
kuperlambat kelajuan mobil dan segera membacanya “Mas, ini teman nya fatia..
saat ini Fatia ada dirumah sakit DR. Soetomo. Ku mohon cepatlah kemari!” aku
tersentak,, “Astaghfirullah,.,, apa yang terjadi dengan isteriku??” akupun
membalas sms yang entah dari siapa, tapi yang jelas itu adalah nomor isteriku..
mungkin temannya. “Ya.. saya segera kesana” sms terkirim. Aku pun melaju kearah
rumah sakit.
2 jam kemudian,,
“Fat,,,
kenapa kamu tak pernah cerita mengenaii penyakitmu ini?” tanyaku pada Fatia
yangMasih terbaring lemah. Sesekali kulihat ia memejamkan matanya menahan
sakit. “udahlah mas,,, aku tak apa2. Ini Cuma sakit kepala biasa, toh sebentar
lagi pasti sembuh,,” jawabnya masih dengan sikap dingin. “ Fat,,, aku tau mungkin
aku tak berguna bagimu,,, aku tau kau tak mencintaiku, tapi tak adakah sedikit
pun rasa simpatimu padaku? Katakan sejujurnya apa yang harus aku lakukan agar
dapat menebus semua kesalahan ku padamu? Aku akan mencoba untuk membahagiakanmu
Fat,?”
Aku sama sekali tak sadar mampu mengatakan
hal ini, air mata yang tak kuinginkan hadir namun mengalir begitu saja. Sungguh
sesak rasanya dadaku ini, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, aku mersakan
begitu sakit. Bahkan ketika dulu aku harus membatalkan pernikahanku dengan
Aliya, aku tak pernah merasa sesakit ini. “Ya Allah,,, bukakaknlah pintu hati
Isteriku..!” Doaku dalam hati. Kulihat Fatia Diam sesaat, ia sama sekali tak
menatapku.
“Mas,,, aku mau istirahat….!” Jawabannya
kemudian dengan begitu singkat, sembari membalikkan tubuh. Akupun menghela
nafas dan bangkit dari kursi lantas beranjak kemushola rumah sakit, kulirik jam
tanganku sudah pukul 2 siang, aku berniat untuk shalat zuhur. Setelah usai
sholat, aku melangkah kearah kamar Fatia dirawat, namun beberapa saat ponselku
berdering, ternyata dari kantor, “Pak, bisa datang sekarang? Ada rapat
mendaadak dan tak bisa ditunda, atasan meminta bapak untuk hadir.” Suara Andi
asistenku di kantor. Aku bingung, tiba2 terlintas wajah fatia,, namun aku tak
mungkin absen lagi, karena sudah beberapa kali aku tak ikut rapat. “Iya An,
InsyAllah bisa. Saat ini aku sedang dirumah sakit,”
“Siapa yang sakit pak?” tanyanya
“Isteriku, rapatnya jam berapa?”
“semoga cepat sembuh ya pak! Kalau ini
bukan perintah atasan sebaiknya bapak tak usah hadir, tapi..”
“Iya, aku akan dattang, jam berapa rapatnya?”
“jam setengah tiga siang ini pak,”
“oke an,, terimakasih ya,,
Assalamuaalaikum.” Kutu2p telpon. Kupercepat langkahku menuju kamar Fatia,
setidaknya dia harus tau kalau aku akan kekantor dan tak dapat menjaganya siang
ini. “Assalamualaikum, bu, pak..apa kabar?” sapaku pada kedua mertuaku sembari
mencium kedua tangannya.. mereka duduk dikursi tunggu diluar kamar Fatia
dirawat “Wa’alaikum salam nak,, AlhaMdulillah kabar kami baik, yang sabar yo
nak, penyakit Fatia memang sering kambuh, dulu pernah diobati lewat pengobatan
Alternatif, dan Alhamdulillah tak kambuh lagi, tapi sekarang entah mengapa kok
malah kambuh lagi…” cerita ibu mertuaku.
Aku
pun tak bisa berlama-lama, Fatia sedang diperiksa dokter sehingga mertuaku
menunggu diluar. kutitip Fatia pada
mereka lantas beranjak pergi. Mertuaku cukup pengertian, mereka sama sekali tak
mengetahui apa yang terjadi dalam rumah tangga kami, yang jelas mereka hanya
tau bahwa kami bahagia.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
“Fatia”
Aku
terbangun dari tidurku, lalu perlahan membuka mata, kulihat Aliya, ibu dan
mertuaku. “kamu sudah baikan ndok…?” Tanya ibu mertuaku. Aku tersenyum, sembari
mengangguk. Kulihat Aliya pun tersenyum.
“bagaimana
perasaanmu Fat? Udah baikan?” Tanya Aliya lagi
“Alhamdulillah
sudah kurang AL….”
“Alhamduliilah,,,”
jawab ibu, dan kedua mertuaku. Selang beberapa saat, mertuaku pamit pulang.
“Fat, ibu dan bapak pulang dulu ya.. jangan paksakan pulang kerumah kalau belum
sehat benar.” Pesan mertuaku lalu beranjak pergi.
“Fat,
Suamimu ada rapat.. tadi dia terpaksa meninggalkanmu dengan begitu
terburu-buru.” Ujar ibu. Aku hanya mengangguk pelan, lalu Ibu pamit keluar
untuk membeli makanan.
Kini
tinggal aku dan Aliya yang berada dikamar..
“Bagaimana
hubunganmu dengan suamimu Fat? Baik2 ajakan?” Tanya Aliya sembari membantuku
bangun untuk menyender degan beralas bantal.
“Sejujurnya
Aku tak sanggup lagi mempertahankan pernikahan ini,,
sungguh Al,,,apa sebaiknya aku bercerai saja Al? kurasa ini
jalan terbaik, agar aku tak melukai perasaan mas Rudy terus menerus,”
“hei
Fat,,, apa yang ada dipikiranmu? Kamu baru saja menikah,, jangan kau turutin
keegoisanmu! Ingat ayah dan ibumu Fat,, ingat keluarga suamimu! Apa yang akan
mereka katakana jika kalian bercerai?”
“Tapi
Al,,,, aku sudah tak sanggup lagi,, kini yang ada dipikiran ku hanya indra Al…”
tangisku kian menjadi,,, aku sungguh tak dapat menahan perasaanku,karena selama
menikah tak pernah sedikitpun bayangan Indra hilang.
“Astaghfirullah
Fat,,,,,,,,Lupakan Indra…! kau sudah menjadi milik orang lain,,, hanya dosa
yang akan kau semai tatkala indra masi kau bayangkan. Cobalah berpikir dewasa! Pikirkan
semuanya…jangan hanya keegoisanmu yang dibesar2kan. Fat,,, aku hanya ingin kau
hidup bahagia, kau sahabat yang kusayang.. ku mohon Fat,,, jangan kau lawan
takdir… suamimu sekarang adalah ti2pan Allah… padanyalah ladang pahalamu,,
berbaktilah pada suamimu Fat,,,!”
Aku
terdiam mendengar nasehat Aliya sahabtku. Kulihat butiran bening kini mulai
mengalir dari mata indahnya,,, sungguh kutemukan raut ketulusan dari wajahnya.
Aku benar2 beruntung memiliki sahabat seperti dia.
“Fat,,
ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu, sudah lama aku memendam, namun aku
tak sanggup menyimpannya lg. kamu tahu kan, dulu aku hampir menikah…namun
semuanya batal akibat penolakan ibuku yang tak setuju jika aku menikah dengan
pria yang lahir dari anak pertama. Akhirnya aku memutuskan untuk membatalkan pernikahanku dengan pria itu. Aku
sudah lama mengenalnya Fat, dia sungguh sholeh, dia taat dan sangat berbakti
pada orang tuanya. Sejak aku mengenal dia, aku banyak tau tentangnya,,, dia
adalah pria yang sungguh tak mau menyakiti hati siapapun, ia rela berkorban
demi kebahagiaan orang lain,,, pernah ketika waktu itu adik dari temannya
sakiit, dialah yang mengantarnya berobat keluar negeri, karena pada waktu itu
orang tua temannya sudah pasrah dan merasa sudah tak ada jalan keluar lagi
untuk menyembuhkan anaknya. Dia nekad Fat, meski harus meninggalkan ujian
munaqasahnya.. hingga ia terlambat lulus.”
Cerita Aliya. Aku memang tak pernah tau tentang
cerita ini. Aliya tak pernah menceritaknnya padaku. Yang kutau, Bahwa Aliya
pernah gagal menikah tanpa tau sebabnya. Aku tertegun melihat raut wajah
sahabatku, kulihat tersimpan kesedihan dan penyesalan disana, dia wanita yang
tegar, kenapa tak dari dulu aku mencotoh ketulusan yang begitu agung dalam
dirinya. Dia bisa begitu sabar menghadapi ujian yang menimpanya, pasti dia
sangat menyayangi calon suaminya itu.
“Kau
tau Al,,, yang membuat aku semakin
mengaguminya, dia tak pernah mengeluh dalam hidup, meski kami saling mencintai,
namun penolakan ibuku diterimanya dengan penuh ketulusan dan begitu sabar.. tak
ada kata2 yang menykitkan, hanya dia pernaha berkata ‘Al,,, ku yakin kau bukan jodohku, suatu saat
nanti insyaAllah akan ada seorang pria yang lebih baik yang sudah dipersiapkan
Allah untukmu..’ itulah kata2 terakhirnya Fat.. dan satu lagi yang membuat aku
semakin kagum padanya,,, dia seorang hafidzh fat…” Aliya mengakhiri kata2nya
dengan melemparkan senyumannya padaku. Aku pun ikut tersenyum, betapa
bahagianya aku jika mendapatkan suami seorang hafizh.. karena dulu aku pernah
bercita2 mempunyai suami seorang penghafal Al-Qur’an.
“Dia
benar Al,,, meski saling mencintai, belum tentu kau merupakan jodohnya.” Ujarku
menanggapinya.
“Nah,,
kau telah sadar kan…? Meskipun kau mencintai Indra,,, tapi tetap dia bukanlah
yang dipilihkan Allah untuk menjadi pendampingmu. Sama hal nya dengan aku Fat.
Lihatlah aku Fat,, apakah ada raut wajah ketidak ikhlasan,,,,? Aku benar2 ikhlas Fat, tak ada niatku untk
melawan takdir Allah. Biarlah dia menjadi milik orang lain, dan aku disini
tetap mendoakan mereka agar selalu bahagia,.” Aliya mengakhiri ceritanya
sembari tetap tersenyum. Aku terdiam,,. ‘‘Calon suami aliya sungguh pria yang
luar biasa, Namun baegitu, Aliya bisa setegar itu untuk melepas dan
melupakannya. jelas2 indra yang aku cintai tak pernah memberi kabar, atau
sekedar memberikan doa lewat sms untukku ketika hari pernikahanku dulu, Aku
benar2 baru sadar ya Allah…!’ aku menjerit dalam hati.
“Al,,
kenapa baru sekarang kau ceritakan ini padaku,,, ?” tanyaku pada Aliya. Kulihat
wajahnya berubah, tak ada senyuman… seperti ada sesuatu yang disembunyikan
padaku.
“Fat…
kau tak pernah tau kan siapa pria yang hampir menikahiku? Pria yang menurutku
sangat luar biasa… dan kau sungguh beruntung Fat… karena kau telah
mendapatkannya.”
Aku
tersentak.. apa maksud Aliya. Kulihat ia kembali tersenyum.. kini dengan
senyuman yang begitu tulus..
“Dia
adalah Rudy Al Faruq Rahman. Pria yang sekarang telah menjadi suamimu… kau
bukan tak mengenalnya Fat, tapi kau terlalu angkuh untuk sekedar membuka mata.
Aku yakin selama ini kau pasti tak pernah tahu tentang kepribadian dia yang
sesungguhnya. Dia pria yang baik Fat… sebelum kau mengambil keputusan untuk
bercerai, akan lebih baik jika aku menceritakan ini semua padamu, agar mata
hatimu terbuka dan tak lagi mengambil keputusan yang begitu konyol. Bercerai
adalah perbuatan yang halal namun sangat dibenci Allah.. kau pasti tahu itu
Fat.”
Sungguh, aku benar2 tak mampu menahan air
mataku, aku menangis sejadi-jadinya. Ternyata pria yang diceritakan Aliya sejak
tadi adalah Mas Rudy suamiku. Aku memang tak pernah tau tentang kepribadian mas
Rudy, karena selama menikah aku tak pernah berbicara atau mengobrol dengannya,
aku selalu meghindar. Aku pun tak pernah sama sekali mengamati tingkah lakunya,
tatapanku seolah begitu hampa terhadapnya,tak ada sedikitpun kebaikan yang
kutangkap darinya. Namun ku akui bahwa selama menikah mas Rudy tak pernah
berkata kasar padaku, akulah yang selalu menyakiti hatinya, bahkan saat ini
kami telah tidur dikamar yang berbeda, semua itu atas permintaanku. Dan aku tak
tau sama sekali bahwa mas Rudy seorang hafizh Alquran… selama ini dia memang
selalu melantunkan ayat2 dengan tanpa membuka mushaf, dan mushaf itu hanya digenggagam dengan
sesekali membukanya, dan aku baru sadar mungkin hal itu dilakukakn untuk selalu
menghafal agar tidak lupa. Dan Aliya benar, mas Rudi memang tak mau menyakiti
perasaan siapapun, sampai saat ini, tak pernah Ia mengeluarkan kata2 kasar padaku,
meski aku selalu menyakitinya, bahkan saat tadi siang dia menanyakan tentang
sikapku.
Aku masih ingat kata2nya tadi siang “
Fat,,, aku tau mungkin aku tak berguna bagimu,,, aku tau kau tak mencintaiku,
tapi tak adakah sedikit pun rasa simpatimu padaku? Katakan sejujurnya apa yang
harus aku lakukan agar dapat menebus semua kesalahan ku padamu? Aku akan mencoba
untuk membahagiakanmu Fat,” saat mas Rudy mengatakn hal itu padaku, sempat kulirik
sesaat dia meneteskan air mata. Dan aku sama sekali tak manggubrisnya.
“astaghfirullah….. aku berdosa ya Allah….. aku
harus bersujud di kaki suamiku saat ini juga,,”
kulihat Aliya tersenyum,,, kenapa dia begitu tegar,,, jelas2 pria yang ia cintai kini menikah dengan sahabatnya sendiri, bahkan ia tk mau jika aku sampai bercerai dengan mas rudy. “Al… kaulah calon wanita penghuni syurga,, kau sugguh muslimah yang ihksan, begitu sabarr dan kau sangat tulus padaku. Aku berjanji tak akan menyakitimu, dan aku akan menjaga mas Rudy dan barbakti padanya.. tak akan ada lagi kata cerai dari mulutku.
“Fat,,, kepalamu masih sakit??”
“tidak
Al…. temani aku pulang al.,,, aku mau bersujud dikaki suamiku..” aku pun
mencoba bangun namun tiba2 saja semua terlihat gelap.
Aku tersadar tepat pukul 02.00 dini hari,
kini tak kulihat Aliya, hanya ada ibu yang menjagaku, dan mas Rudy pun tak ada.
“ya Allah… apa mas Rudy marah? Seharusnya saat ini dia telah hadir disampingku”
kulihat ibu terbangun dari tidurnya meski terlihat tak nyenyak. “ndok,,, koe
yang sabar yo…!” aku bingung mendengar kata2 ibuku… aku pun mengangguk pelan.
“suamimu sudah ndak ada ndok, Allah terlalu
sayang karo suamimu, kini dia dijemput duluan.”
Aku tersentak,,, “semoga ini adalah mimpi”
doaku. Namun aku sungguh sedang tidak bermimpi. Kepalaku terasa semakin berat.
“apa maksud ibu?”
“tadi sore waktu suamimu pulang dari
kantor, dan menuju kesini, ia mengalami
kecelakaan nak,, mobilnya hancur akibat kerasnya truk yang menabaraknya. Kamu
sabar ya ndok… ambil hikmah dibalik kejadian ini.” ucapan terakhir ibu mebuatku
menangis sejadi2nya.
“Allah…….. belum sempat aku bersujud dan
minta ampun pada suamiku… kenapa engkau tak memberi kesempatan untukku menebus
segala dosa2ku pada suamiku… Ya robbi, ampuni aku..! Mas,,, ampuni aku.!”
Jeritanku dalam tangis yang kian menjadi. Ibupun
memelukku sembari terus menenangkanku. Beberapa saat kemudian kepalaku kembali
terasa berat, dan akhirnya semua terlihat gelap.
############^^^^^^^^^^^^^^^^^^^***************************8
1 minngu kemudian, aku telah pulih total,
kini aku telah diizinkan pulang oleh dokter. Ibu memaksaku untuk pulang
kerumahnya, namun aku menolak. Aku ingin pulang kerumahku dulu, meski sudah tak
ada mas Rudy disana, aku akan tetap tinggal disana untuk menjaga dan merawat
rumah itu, rumah aku dan almarhum suamiku.
Akupun membereskan rumah, terlihat kumuh
karena sudah beberapa hari kutinggal. Aku betul2 merasa sepi, biasanya mas rudy
selalu hadir menemaniku meskipun aku selalu bersikap acuh padanya. Kini dia
telah tiada, meninggalkan sejuta penyesalan dalam diriku. Kini air mataku terus
mengalir,,, apalagi saat kurapikan kamar mas rudy. Kubersihkan bingkai foto
pernikahan kami yang diletakkan dimeja, Kususun buku2 yang ada dimeja
kerjanya.. kutemukan sebuah buku tergeletak di atas ranjang. Jelas itu adalah
sebuaah buku harian. Kubuka lembaran demi lembaran, dan kurasa air mataku tak
mampu berhenti untuk terus mengalir. Ada curahan hatinya dalam tiap lembaran
buku itu, ada namaku dan juga nama sahabatku Aliya.
08-12-2007
Aku hanyalah manusia biasa yaAllah.. namun
aku harus mampu melewati ini semua. Pernikahanku yang gagal dengan Aliya adalah
sebuah garis takdir yang tak akan mampu kulawan sedikitpun meski aku sangat
sayang padanya. Kini aku telah menikah dengan sosok wanita yang kuyakin dapat
menggantikan Aliya di hatiku, aku mencoba untuk mencintainya, dan ternyata aku
berhasil. kini aku semakin sayang padanya, walau dia tak pernah membalas rasa
sayang dan cintaku untuknya. Namun aku akan tetap sabar menantikan kasih sayangnya
meski aku harus menunggu. Jika Engkau berkehendak maka Aku berjanji ya Allah,
aku akan berusaha mempertahankan pernikahan kami hingga ajal menjemputku.
“Untuk mu Fat,,,
Aku berjanji akan terus menjagamu hingga maut
memisahkan kita. Aku akan menunggu rasa cintamu hadir untukku walau sampai
kapanpun. Aku tak pernah menyimpan benci sedikitpun padamu. Karena aku
mencintaimu karena Rabbku,,, semoga suatu saat nanti cinta kita akan menyatu.
Dipersatukan didalam mihrab Cinta Kita. Aminnn allahumma amin….”
"Tuhan,,,, sungguh aku berdosa pada suamiku, Wahai sang pemurah, ampuni Aku…berikan aku cambuk yang tak menyakitiku, jangan biarkan aku terus menerus terluka atas penyesalan ku ini. Maafkan aku mas,,, sungguh aku mencintaimu,,,, aku harap kita dipertemukaan di syurga nanti.”
Akupun menutup buku harian itu sembari mengahapus air mataku. Aku harus tegar, aku harus ikhlas melepaskan suamiku, dan terus mendoakannya agar ia diberi ketenangan disana.
selesai
4 komentar:
mana kelanjutannya.....???
siapin la her.... :D
belum lah pin,,, masih banyak tugas, mana senin UAS. ntar tunggu liburan yoo...
siiip.....
aku la yang pertama baca...
hehehe :D
M-A-N-T-A-B
keren wak...
sihiy.... :)
bole la...
Posting Komentar