Sabtu, 24 Maret 2012

cerpen ke 4

Takdir Berkata Lain….

     ***Lelah rasanya siang itu,, kubanting pintu kos. Sejurus kemudian aku langsung menyalakan kipas angin yang ada dikamarku lalu Ku rebahkan tubuhku diatas ranjang. ‘Wusss… angin sejuk langsung menampar tubuhku siang itu. kulirik jam dinding, masih jam 4, “Masih ada satu jam lagi..” Ucapku pelan.
Kunikmati istirahatku dikasur. “Masih sempat memejamkan mata sebelum barangkat kuliah,” rencanaku dalam hati. Bagiku waktu sangat penting dalam hidup. Sebisa mungkin aku manfaatkan karena memang Aktifitasku cukup banyak, pagi aku harus bekerja, dan sorenya aku harus kuliah. Aku bekerja Di sebuah PT Informatika Reka Mandiri tepatnya di kota bandung sesuai dengan jurusan yang kuambil yakni teknik informatika. Penghasilanku Alhamdulillah lebih dari cukup. Sebab itu aku yang mengambil alih untuk membiayai adikku sekolah.
Tit..tit…titt….
Hampir pulas, namun terganggu oleh dering suara ponselku yang terdengar semakin keras. “ada sms masuk” ucap batinku. Akupun langsung membacanya.
From Aida (0856663xxx)
“Ass.. mas Fadil. Sebelumnya aku mohon maaf beribu maaf mas… dalam keputusasaan aku ingin mengabarkan bahwa besok aku akan menikah. Mungkin aku bukan  jodohmu mas. Kuharap, suatu hari nanti kau akan menemukan yang lebih baik dariku.”

“Grrrhh…” Spontan aku kaget. Aku bingung. “Apa yang terjadi dengan Aida?” Tanya batinku. Aida adalah calon isteriku. Pertemuanku di acara bakti sosial beberapa waktu yang lalu membuatku yakin untuk mengkhitbahnya. Awalnya aku hanya ingin PDKT dulu, barangkali untuk tahap awal pacaran dulu. Namun dia menolak, dengan mengatakan sesuatu yang membuatku kagum terhadap dirinya. “jika mas Fadil sayang padaku.. lebih baik datang saja pada orang tuaku dan aku lebih memilih menjadi isterimu. Jika mas belum siap Akan lebih baik jika mas melupakanku saja. Aku tak mau pacaran mas.” Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Aku salut dengannya dan sungguh Ada sesuatu yang berbeda  dari wanita lain yang terpancar dari setiap gerak geriknya.

Malu karena Allah adalah perona pipinya…..Penghias rambutnya adalah jilbab yang terulur sampai dadanya…..Zikir yang senantiasa membasahi bibir adalah lipstiknya……Kacamatanya adalah penglihatan yang terhindar dari maksiat……Air wudhu adalah bedaknya untuk cahaya di akherat….Kaki indahnya selalu menghadiri majelis ilmu……Tanganya selalu berbuat baik pada sesama….Pendengaran yang ma’ruf adalah anting muslimah…..Gelangnya adalah tawadhu…..Kalungnya adalah kesucian

Sebuah puisi yang jika kubaca, maka wajahnya yang teduh seolah terlintas dan bermain dibenakku. Sosok wanita yang sangat luar biasa dimataku. Dia wanita berjilbab yang kudambakan selama ini. Namun tiba-tiba saja hatiku terasa hancur berkeping-keping. Tak tahu apa penyebabnya, padahal baru bulan kemaren aku mengunjungi Aida bersama keluargaku, semua berjalan lancar penuh dengan canda tawa.
      Aku mencoba menghubungi ponselnya, ternyata tidak aktif. Aku coba kembali tetap masih nada yang sama. Akupun  bangkit dari kasur. Terpaksa kubatalkan jadwal kuliahku hari ini. Hatiku masih risau dan bimbang. Sekejap mata aku langsung tancap gas menuju rumah Aida dengan mengendarai sepeda motorku. Akupun melaju membelah jalan dengan hati bertanya-tanya.
“Ya Allah,,, apa yang terjadi??” Rintihku dengan penuh kebingungan.
Baru bulan yang lalu aku merencanakan bersama keluarga Aida untuk melamarnya setelah kuliahku selesai. Tinggal menunggu skripsiku selesai dan aku akan wisuda.


           

                                                ************************
Sesampainya dirumah Aida, aku langsung memarkirkan sepeda motorku. Jarak rumah Aida memang cukup jauh dari tempat kosku.
“tok….tok….tokk…. Assalamu’alaikum…..” sapaku sembari mengetuk pintu. Ku tunggu sejenak , belum ada jawaban. Kuulangi sekali lagi.
“Wa’alaikum salam…” pintupun terbuka. Ternyata ibunya Aida.
“Maaf Umi menggangu. Aidanya ada umi??” sapaku ramah.
“Eh,,, nak Fadil. Silahkan masuk dulu nak!” Jawab ibunya Aida sambil mempersilahkanku masuk.
“Terimakasih umi…”
Kutatap wajah ibu, ada kegelisahan dan kesedihan yang terpancar dari raut wajahnya. Mukanya terlihat pucat ketka melihatku datang. Aku semakin bingung.
“Aidanya ada Umi??” tanyaku penasaran. ibu terdiam seraya menunduk.
“Ai,,,aidanya ndak ada nak. Dia berangkat ke jogja bersama abinya. Emang nak Fadil tidak diberi tahu??” jawab ibu dengan getar bibir terbata-bata.
“Justru itu umi,,, saya ingin menanyakan prihal ini. sebenarnya apa yang terjadi dengan Aida??”
“Ma,,maafkan kami nak Fadil. Maafkan kami. Takdir Allahlah yang berkuasa.” Jawab ibu dan kini air matanya pun turut andil.
“Baiklah,, ibu akan jelaskan semua padamu. Aida akan menikah dengan pria lain. Sebenarnya semua ini terjadi bermula saat Aida ikut seminar di Jogja. Lima hari setelah nak Fadil datang bulan kemaren kesini, Aida minta izin untuk mengikuti seminar itu. kampusnya Aida mengirim utusan tiga orang untuk mengikuti seminar itu dan Aida salah satunya. Ia berangkat bersama ayu dan ardi teman kampusnya. Kampusnya Aida memberikan Fasilitas dua kamar hotel untuk menginap.” Tiba-tiba suara ibunya Aida terhenti dan tangisnya semakin menjadi. Namun ia mencoba tetap tegar dan melanjutkan kembali.
“Sepulang nya Aida dari Jogja, wajahnya tampak pucat. Kami mencoba menanyakan ada apa dengannya. Ia tak mau cerita tapi kami coba merayu den memaksanya. Dengan hati menjerit dan berlinang air mata, ia menjelaskan bahwa ia dijebak dan DIPERKOSA oleh Ardy teman kampusnyaa itu. dan pada saat kejadian itu ayu sedang tidak berada dikamar.” Tiba-tiba tangis ibunya Aida meledak, air matanya mengalir deras.
“Ternyata Ardi telah lama menyukai Aida namun selalu ditolak  jika Ardi meminta Aida untu menjadi pacarnya. Ardi mengetahui bahwa Aida akan segera menikah dengan nak Fadil. Maka dari itu,  ia mengambil kesempatan dengan adanya seminar itu melampiaskan nafsu bejatnya.”
Mendengar penjelasan ibu, hatiku terasa begitu pedih. Bibirku bertasbih,, batinku merintih dengan apa yang baru saja kudengar
“kami dengan pihak keluarga telah sepakat untuk menikahkan Aida dengan Ardi. Maafkan kami nak Fadil…” ibunya Aida mengakhiri penjelasannya.
Suasana seolah mencekam. Hatiku seakan ingin meledak. Wajahku menunduk. Ada yang menetes dari sudut mataku. Sunnguh aku tak kuat menahan perasaanku. Akupun langsung pamit pulang.



                                                *************************
Dalam perjalanan pulang bibirku terus bertasbih.  Hatiku remuk, mataku terus saja mengalirkan sesuatu.  Pernikahan yang kudambakan gagal. Wisuda yang kutunggu-tunggu  sebagai awal puncak kesuksesan masa depanku terasa tak bermanfaat lagi. Aida adalah gadis idamanku kini telah terbang dibawa seekor elang yang rakus tak bermoral.
     Sesampainya dikamar kos, aku menangis sejadi-jadinya. Aku meratap dan memohon kepada tuhanku agar senantiasa diberi kekuatan dan ketabahan. Sungguh larut dalam kesedihanku. Tiba-tiba suara adzan magrib berkumandang. Panggilan tuhan masuk dalam batinku.
     Dengan berlinang air mata aku mencoba tegar menghadapi kuasa Allah itu. sebuah garis takdir yang harus kuterima dengan lapang dada. Usai sholat. Akupun bermunajat kepada Rabbku. Aku bertafakkur. Tubuh ku seolah roboh begitu saja dan sujud dihadapan sang maha pencipta. Ku utarakan kegundahan hatiku.aku berharap diberikan cinta disuatu hari nanti diujung hari. Suatu cinta diatas cinta yang hilang.

   ***************************



Tujuh bulan telah berlalu.. dengan hati yang tegar kuselesaikan kuliahku meski tak sesemangat dulu ketika aku hendak menikah.  Kini aku telah meraih gelar S1 teknik infaormatika dan mendapat nilai yang memuaskan. Namun dari hari kehari bayangan Aida masih saja hadir dalam benakku. Tanpa kabar, tanpa pertemuan, dan tanpa penjelasan langsung dari bibir Aida setelah hari yang pahit itu. aku pun mencba menata kembali masa depanku.
***** dihari Wisuda ku itu, sengaja ku panggil ibu dari kampung utuk hadir mendampingiku. Senyum ibuku telah cukup membuatku terhibur setelah luka yang begitu dalam mengiris-iris hatiku. Namun keadaan berubah, dan kuyakin dengan bantuan Allahlah aku sanggup menghadapi semuanya.

Tiba-tiba suasana Aula gedung itu seolah bertasbih. Ada sosok wanita anggun, cantik nan jelita dengan jilbab ungu datang mengahmpiriku.
“Subhanallah,,, Aida. Benarkah dia Aida?? Alangkah beruntungnya laki2-laki yang telah menikahinya saat ini.” batinku.
Hatiku berdesir..saat ia mendekati ibu ku. Jantungku berdegup kencang. Sama seperti pertama kali kau berjumpa Aida di acara Bakti sosial itu.
“Astaghfirullah,,, aku tak boleh lagi memikirkannya. Dia telah menjadi milik orang lain” ujarku dalam hati.
Ibuku tersenyum menatapku saat Aida kini tengah berada di hadapanku tepatnya disamping ibu. “Fadil,,, kau telah wisuda nak. Kini adalah waktunya kau untuk menikah. Kerjaanmu sudah mapan, sarjanapun sudah ditangan.” Ujar ibu.
“insya Allah bu..” jawabku
“Aida,, dengan siapa kamu kesini?? Ibu dan suamimu mana?” kuarahkan wajahku mentap Aida meski terasa berat.
“ibu tak ikut mas,, aku datang sendiri. Dan kedatanganku untuk menyampaikan maafku padamu. Dan menjelaskan apa yang telah terjadi padaku selama ini.” lanjut Aida dengan wajah menunduk dan kini butiran bening mulai berjatuhan dari sudut mata indahnya.
Belum sempat bertanya lagi, Aku langsung diajak bicara dan ibupun turut mengikuti kami. Aida ingin menyampaikan sesuatu yang penting yang ku tunggu selama ini. “Di mushola saja mas” ajak Aida. Iapun menjelaskan apa yang selama ini telah menimpanya.
“Mungkin mas Fadil telah diberi tahu ibu tentang kejadian yang menimpaku. Tetapi semua itu berubah mas. Ternyata takdir Allah berubah lagi. Kini aku telah janda mas. Aku terus saja berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup. Setelah menikah selama lebih kurang seminggu. Aku tinggal bersama mertuaku dijogja,, tak sempat tidur  bersama dimalam pertama karena Ardi harus meyelesaikan tugasnya diluar kota dimalam pengantin kami.. Ardi dua minggu diluar kota. Entah mengapa tiba-tiba terpikir dibenakku untuk memeriksakan diri kedokter. Hal ini tak pernah terpikir sebelumnya Karena aku telah bingung dengan kejadian yang menimpaaku dihotel itu. dan hasil pemeriksaan ternyata kesucianku masih utuh. Si berengsek itu hanya menjebakku agar ia punya alasan untuk bisa menikahiku. Setelah mengetahui semuanya, akupun meminta cerai. Kujelaskan semua prilaku biadab Ardi kepada orang tua dan keluarganya. Mereka tak mampu menolak permintaanku. Sepulang dari luar kota akupun minta cerai padanya. Awalnya Ardy menolak, namun atas bantuan ayah dan ibunya, akhirnya ia kalah. Aku bahagia sekali mas,, karena Ternyata Allah sangat menyayangiku.
Mendengar penjelasan Aida. Hatiku berdesir. Kulirik ibu yang sedari tadi terdiam, iapun tak mampu menahan tangis.  Setetes embun terasa masuk kedalam batinku. Ternyata ujian Allah telah berakhir. Akupun berniat untuk  langsung melamar Aida hari itu juga.
selesai

Tidak ada komentar: