Takdir Berkata Lain….
***Lelah rasanya siang itu,, kubanting
pintu kos. Sejurus kemudian aku langsung menyalakan kipas angin yang ada
dikamarku lalu Ku rebahkan tubuhku diatas ranjang. ‘Wusss… angin sejuk langsung
menampar tubuhku siang itu. kulirik jam dinding, masih jam 4, “Masih ada satu
jam lagi..” Ucapku pelan.
Kunikmati
istirahatku dikasur. “Masih sempat memejamkan mata sebelum barangkat kuliah,”
rencanaku dalam hati. Bagiku waktu sangat penting dalam hidup. Sebisa mungkin
aku manfaatkan karena memang Aktifitasku cukup banyak, pagi aku harus bekerja,
dan sorenya aku harus kuliah. Aku bekerja Di sebuah PT Informatika Reka Mandiri
tepatnya di kota bandung sesuai dengan jurusan yang kuambil yakni teknik
informatika. Penghasilanku Alhamdulillah lebih dari cukup. Sebab itu aku yang
mengambil alih untuk membiayai adikku sekolah.
Tit..tit…titt….
Hampir
pulas, namun terganggu oleh dering suara ponselku yang terdengar semakin keras.
“ada sms masuk” ucap batinku. Akupun langsung membacanya.
From Aida
(0856663xxx)
“Ass..
mas Fadil. Sebelumnya aku mohon maaf beribu maaf mas… dalam keputusasaan aku
ingin mengabarkan bahwa besok aku akan menikah. Mungkin aku bukan jodohmu mas. Kuharap, suatu hari nanti kau
akan menemukan yang lebih baik dariku.”
“Grrrhh…” Spontan aku kaget. Aku
bingung. “Apa yang terjadi dengan Aida?” Tanya batinku. Aida adalah calon
isteriku. Pertemuanku di acara bakti sosial beberapa waktu yang lalu membuatku
yakin untuk mengkhitbahnya. Awalnya aku hanya ingin PDKT dulu, barangkali untuk
tahap awal pacaran dulu. Namun dia menolak, dengan mengatakan sesuatu yang
membuatku kagum terhadap dirinya. “jika mas Fadil sayang padaku.. lebih baik
datang saja pada orang tuaku dan aku lebih memilih menjadi isterimu. Jika mas
belum siap Akan lebih baik jika mas melupakanku saja. Aku tak mau pacaran mas.”
Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Aku salut dengannya dan sungguh Ada sesuatu
yang berbeda dari wanita lain yang terpancar
dari setiap gerak geriknya.
Malu karena Allah adalah perona pipinya…..Penghias
rambutnya adalah jilbab yang terulur sampai dadanya…..Zikir yang senantiasa
membasahi bibir adalah lipstiknya……Kacamatanya adalah penglihatan yang
terhindar dari maksiat……Air wudhu adalah bedaknya untuk cahaya di akherat….Kaki
indahnya selalu menghadiri majelis ilmu……Tanganya selalu berbuat baik pada
sesama….Pendengaran yang ma’ruf adalah anting muslimah…..Gelangnya adalah
tawadhu…..Kalungnya adalah kesucian
Sebuah puisi yang jika kubaca, maka
wajahnya yang teduh seolah terlintas dan bermain dibenakku. Sosok wanita yang
sangat luar biasa dimataku. Dia wanita berjilbab yang kudambakan selama ini.
Namun tiba-tiba saja hatiku terasa hancur berkeping-keping. Tak tahu apa
penyebabnya, padahal baru bulan kemaren aku mengunjungi Aida bersama
keluargaku, semua berjalan lancar penuh dengan canda tawa.
Aku mencoba menghubungi ponselnya, ternyata tidak aktif. Aku coba
kembali tetap masih nada yang sama. Akupun
bangkit dari kasur. Terpaksa kubatalkan jadwal kuliahku hari ini. Hatiku
masih risau dan bimbang. Sekejap mata aku langsung tancap gas menuju rumah Aida
dengan mengendarai sepeda motorku. Akupun melaju membelah jalan dengan hati
bertanya-tanya.
“Ya Allah,,, apa yang terjadi??”
Rintihku dengan penuh kebingungan.
Baru bulan yang lalu aku merencanakan
bersama keluarga Aida untuk melamarnya setelah kuliahku selesai. Tinggal
menunggu skripsiku selesai dan aku akan wisuda.
************************
Sesampainya dirumah Aida, aku langsung
memarkirkan sepeda motorku. Jarak rumah Aida memang cukup jauh dari tempat
kosku.
“tok….tok….tokk…. Assalamu’alaikum…..”
sapaku sembari mengetuk pintu. Ku tunggu sejenak , belum ada jawaban. Kuulangi
sekali lagi.
“Wa’alaikum salam…” pintupun terbuka.
Ternyata ibunya Aida.
“Maaf Umi menggangu. Aidanya ada umi??”
sapaku ramah.
“Eh,,, nak Fadil. Silahkan masuk dulu
nak!” Jawab ibunya Aida sambil mempersilahkanku masuk.
“Terimakasih umi…”
Kutatap wajah ibu, ada kegelisahan dan
kesedihan yang terpancar dari raut wajahnya. Mukanya terlihat pucat ketka
melihatku datang. Aku semakin bingung.
“Aidanya ada Umi??” tanyaku penasaran.
ibu terdiam seraya menunduk.
“Ai,,,aidanya ndak ada nak. Dia
berangkat ke jogja bersama abinya. Emang nak Fadil tidak diberi tahu??” jawab
ibu dengan getar bibir terbata-bata.
“Justru itu umi,,, saya ingin
menanyakan prihal ini. sebenarnya apa yang terjadi dengan Aida??”
“Ma,,maafkan kami nak Fadil. Maafkan
kami. Takdir Allahlah yang berkuasa.” Jawab ibu dan kini air matanya pun turut
andil.
“Baiklah,, ibu akan jelaskan semua
padamu. Aida akan menikah dengan pria lain. Sebenarnya semua ini terjadi
bermula saat Aida ikut seminar di Jogja. Lima hari setelah nak Fadil datang
bulan kemaren kesini, Aida minta izin untuk mengikuti seminar itu. kampusnya
Aida mengirim utusan tiga orang untuk mengikuti seminar itu dan Aida salah
satunya. Ia berangkat bersama ayu dan ardi teman kampusnya. Kampusnya Aida
memberikan Fasilitas dua kamar hotel untuk menginap.” Tiba-tiba suara ibunya
Aida terhenti dan tangisnya semakin menjadi. Namun ia mencoba tetap tegar dan
melanjutkan kembali.
“Sepulang nya Aida dari Jogja, wajahnya
tampak pucat. Kami mencoba menanyakan ada apa dengannya. Ia tak mau cerita tapi
kami coba merayu den memaksanya. Dengan hati menjerit dan berlinang air mata,
ia menjelaskan bahwa ia dijebak dan DIPERKOSA oleh Ardy teman kampusnyaa itu.
dan pada saat kejadian itu ayu sedang tidak berada dikamar.” Tiba-tiba tangis
ibunya Aida meledak, air matanya mengalir deras.
“Ternyata Ardi telah lama menyukai Aida
namun selalu ditolak jika Ardi meminta
Aida untu menjadi pacarnya. Ardi mengetahui bahwa Aida akan segera menikah
dengan nak Fadil. Maka dari itu, ia
mengambil kesempatan dengan adanya seminar itu melampiaskan nafsu bejatnya.”
Mendengar penjelasan ibu, hatiku terasa
begitu pedih. Bibirku bertasbih,, batinku merintih dengan apa yang baru saja
kudengar
“kami dengan pihak keluarga telah
sepakat untuk menikahkan Aida dengan Ardi. Maafkan kami nak Fadil…” ibunya Aida
mengakhiri penjelasannya.
Suasana seolah mencekam. Hatiku seakan
ingin meledak. Wajahku menunduk. Ada yang menetes dari sudut mataku. Sunnguh
aku tak kuat menahan perasaanku. Akupun langsung pamit pulang.
*************************
Dalam perjalanan pulang bibirku terus
bertasbih. Hatiku remuk, mataku terus
saja mengalirkan sesuatu. Pernikahan yang kudambakan gagal. Wisuda yang
kutunggu-tunggu sebagai awal puncak
kesuksesan masa depanku terasa tak bermanfaat lagi. Aida adalah gadis idamanku
kini telah terbang dibawa seekor elang yang rakus tak bermoral.
Sesampainya dikamar kos, aku menangis sejadi-jadinya. Aku meratap dan
memohon kepada tuhanku agar senantiasa diberi kekuatan dan ketabahan. Sungguh
larut dalam kesedihanku. Tiba-tiba suara adzan magrib berkumandang. Panggilan
tuhan masuk dalam batinku.
Dengan berlinang air mata aku mencoba tegar menghadapi kuasa Allah itu.
sebuah garis takdir yang harus kuterima dengan lapang dada. Usai sholat. Akupun
bermunajat kepada Rabbku. Aku bertafakkur. Tubuh ku seolah roboh begitu saja
dan sujud dihadapan sang maha pencipta. Ku utarakan kegundahan hatiku.aku
berharap diberikan cinta disuatu hari nanti diujung hari. Suatu cinta diatas
cinta yang hilang.
***************************
Tujuh
bulan telah berlalu.. dengan hati yang tegar kuselesaikan kuliahku meski tak
sesemangat dulu ketika aku hendak menikah.
Kini aku telah meraih gelar S1 teknik infaormatika dan mendapat nilai
yang memuaskan. Namun dari hari kehari bayangan Aida masih saja hadir dalam
benakku. Tanpa kabar, tanpa pertemuan, dan tanpa penjelasan langsung dari bibir
Aida setelah hari yang pahit itu. aku pun mencba menata kembali masa depanku.
*****
dihari Wisuda ku itu, sengaja ku panggil ibu dari kampung utuk hadir
mendampingiku. Senyum ibuku telah cukup membuatku terhibur setelah luka yang
begitu dalam mengiris-iris hatiku. Namun keadaan berubah, dan kuyakin dengan
bantuan Allahlah aku sanggup menghadapi semuanya.
Tiba-tiba
suasana Aula gedung itu seolah bertasbih. Ada sosok wanita anggun, cantik nan
jelita dengan jilbab ungu datang mengahmpiriku.
“Subhanallah,,,
Aida. Benarkah dia Aida?? Alangkah beruntungnya laki2-laki yang telah
menikahinya saat ini.” batinku.
Hatiku
berdesir..saat ia mendekati ibu ku. Jantungku berdegup kencang. Sama seperti
pertama kali kau berjumpa Aida di acara Bakti sosial itu.
“Astaghfirullah,,,
aku tak boleh lagi memikirkannya. Dia telah menjadi milik orang lain” ujarku
dalam hati.
Ibuku
tersenyum menatapku saat Aida kini tengah berada di hadapanku tepatnya
disamping ibu. “Fadil,,, kau telah wisuda nak. Kini adalah waktunya kau untuk
menikah. Kerjaanmu sudah mapan, sarjanapun sudah ditangan.” Ujar ibu.
“insya
Allah bu..” jawabku
“Aida,,
dengan siapa kamu kesini?? Ibu dan suamimu mana?” kuarahkan wajahku mentap Aida
meski terasa berat.
“ibu
tak ikut mas,, aku datang sendiri. Dan kedatanganku untuk menyampaikan maafku
padamu. Dan menjelaskan apa yang telah terjadi padaku selama ini.” lanjut Aida
dengan wajah menunduk dan kini butiran bening mulai berjatuhan dari sudut mata
indahnya.
Belum
sempat bertanya lagi, Aku langsung diajak bicara dan ibupun turut mengikuti
kami. Aida ingin menyampaikan sesuatu yang penting yang ku tunggu selama ini.
“Di mushola saja mas” ajak Aida. Iapun menjelaskan apa yang selama ini telah
menimpanya.
“Mungkin
mas Fadil telah diberi tahu ibu tentang kejadian yang menimpaku. Tetapi semua
itu berubah mas. Ternyata takdir Allah berubah lagi. Kini aku telah janda mas. Aku
terus saja berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup.
Setelah menikah selama lebih kurang seminggu. Aku tinggal bersama mertuaku
dijogja,, tak sempat tidur bersama
dimalam pertama karena Ardi harus meyelesaikan tugasnya diluar kota dimalam
pengantin kami.. Ardi dua minggu diluar kota. Entah mengapa tiba-tiba terpikir
dibenakku untuk memeriksakan diri kedokter. Hal ini tak pernah terpikir
sebelumnya Karena aku telah bingung dengan kejadian yang menimpaaku dihotel
itu. dan hasil pemeriksaan ternyata kesucianku masih utuh. Si berengsek itu
hanya menjebakku agar ia punya alasan untuk bisa menikahiku. Setelah mengetahui
semuanya, akupun meminta cerai. Kujelaskan semua prilaku biadab Ardi kepada
orang tua dan keluarganya. Mereka tak mampu menolak permintaanku. Sepulang dari
luar kota akupun minta cerai padanya. Awalnya Ardy menolak, namun atas bantuan
ayah dan ibunya, akhirnya ia kalah. Aku bahagia sekali mas,, karena Ternyata
Allah sangat menyayangiku.
Mendengar
penjelasan Aida. Hatiku berdesir. Kulirik ibu yang sedari tadi terdiam, iapun
tak mampu menahan tangis. Setetes embun
terasa masuk kedalam batinku. Ternyata ujian Allah telah berakhir. Akupun
berniat untuk langsung melamar Aida hari
itu juga.
selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar